Novelku="perca kehidupan", Chapter 1
Assalamu'alaykum. Beberapa saat yang lalu saya menyadari bahwa bercerita dengan tulisan itu asyik! Walau entah ada yang membaca atau tidak. Dan saya baru menyadari bahwa saya ternyata menulis banyak sekali kalau menuliskan apa yang sudah saya alami. Menuliskan lembaran lembaran kehidupan. Yang sebelumnya saya belum pernah menuliskannya. Dan menuliskan itu ternyata menyenangkan. Karena itu saya berniat untuk membuat sebuah novel yang berisi kehidupan saya yang lalu. Tidak usah jauh jauh, cukup dari SMP saja. Berasal dari kisah nyata ~cie…~ yang tidak semua nyata. Karena ada yang fiksi. Fiksi karena saya berniat memberi bumbu, karena kalau tidak berbumbu pasti masakan akan kurang lezat jika dinikmati.
PERHATIAN!! Sebelum anda membaca, saya sarankan pikirkan kembali masak masak apakah anda benar benar mau membaca novel dari seorang pemula. Apakah dengan membaca ini anda tidak membuang waktu anda yang berharga. Juga dengan membaca bovel ini anda akan mengetahui sisi gelap dan sisi terang saya. Silakan menerka, mana yang fiksi, mana yang nyata. Karena saya akan menggunakan kata ganti aku dalam pemeran utamanya. Dan nama pemeran utamanya adalah nama saya dan pemeran yang lain adalah asli nama nama orang orang di sekitar saya. Saya tidak bermaksud menyebut merek. Hanya saja saya lebih suka bila menyebut nama asli mereka saja. Maaf jika dalam kenyataan baik tetapi tertulis buruk di novel. Karena sekali lagi, novel ini tidak sepenuhnya dari kisah nyata. Hanya sedikit dari kehidupan saya. Nama tokoh asli ada. Tapi kejadian tidak mesti ada ~czada yang ane karang~! Jadi, novel ini mirip biografi saya sejak SMP hingga akhirnya belum diketahui… Maaf jika membuat anda penasaran. Tapi sekali lagi saya sarankan agar anda memikirkan masak masak untuk mulai membaca cerita atau novel yang saya buat ini.
CHAPTER 1, @Sekolah Baru
::::::::::::::::::
Cerita ini diawali ketika seorang anak kecil yang mulai menginjakkan kakinya di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Anak kecil ini adalah seorang yang biasa dimanja, walau tidak selalu dimanja. Maklum saja, dia ini adalah anak terakhir dari empat bersaudara. Dan saudara kandungnya, kakak kakaknya semuanya perempuan. Dialah satu satunya anak lelaki dari keluarga moeljadi. Dan dia adalah AKU! Arief Adi Nugroho!
hari pertama pendaftaran SMP. Aku dan ayahku, pergi untuk mendaftar, mendaftarkan aku di sebuah SMP. Dan SMP negeri I Wonogirilah yang dipilihkan oleh ayah untukku. Jujur aku tidak memiliki visi untuk sekolah di sekolah terfavorit di kota gaplek ini. Aku hanya mengerjakan ujian akhir nasional dengan sungguh sungguh dan mendapatkan nilai ujian nasional 42 koma sekian. nilai yang cukup tinggi, bahkan ini adalah nilai tertinggi di SDku. SD negeri waleng II. Tapi untuk menembus SMP favorite ini, jangan harap akan mudah! Sama sekali bukan termasuk nilai yang tinggi untuk sekolah ini. Karena anak dengan nilai 45 koma sekian bahkan lebih.. banyak yang mendaftar disini. Ayahkulah yang setiap harinya memastikan aku dengan nilaiku yang pas pasan itu agar bisa masuk di SMP Negeri I wonogiri. Ayahku yang setiap hari dating ke SMP itu untuk melihat jurnal apakah aku masih memiliki kesempatan untuk diterima atau tidak. Dan ternyata, sebuah kabar yang menggembirakan. Bahwa aku diterima di SMP terfavorite di wonogiri!! Yang baru aku sadari bertahun tahun kemudian bahwa aku adalah salah satu orang yang paling beruntung karena berkesempatan untuk belajar disana. Saat itu aku hanya biasa saja, tanpa ekspresi. Ayahkulah yang terlihat puas, bangga dan bahagia dengan diterimanya aku disana. Dan aku senag karena melihat ayah yang sangat menyayangiku itu bahagia dan bangga kepadaku.
Pagi itu, pagi ujian penentuan kelas di SMP negeri I wonogiri. Kelas yang disediakan ada kelas A-E. kelas A dan E adalah kelas unggulan, kelas C adalah kelas rata rata. Sedangkan kelas B dan E adalah kelas yang terekenal jelek! Kelas endeg endeg, kelas buangan! Tapi aku tidak tau manfaat ujian ini adalah menentukan kelas. Yang sangat penting nantinya untuk pembentukan diri. Aku mengerjakan sebisanya, karena memang aku tidak belajar semenjak nilai UAN keluar. Praktis semua pelajaran lupa, hanya yang bersifat konsep saja yang aku ingat. Walhasil aku hanya mengerjakan seadanya saja, seperti pepatah bilang "Orang yang naik panggung tanpa persiapan, maka ia akan turun (panggung) tanpa penghormatan!". Hanya keringat dingin saja yang keluar, bukan jawaban yang seharusnya keluar dari pikiranku untuk ku tulis pada lembar jawab yang ada.
"Hh… susah sekali soal ini…" pikirku, mengeluh pada diri sendiri.
Sesekali aku melihat ornamen di kelas tempat ujianku itu. Ruangan yang tinggi, dengan papan tulis sebelah timur pada ruangan berukuran kurang lebih 8x5 meter itu. Ada dua pintu kayu besar tinggi khas gaya belanda. "Pintunya besar banget… ada orang sebesar itu?" pikiranku beralih kepada suasana kelas di sekelilingku. Karena Sudah menjadi tabiatku, soal yang tidak bisa aku kerjakan maka aku akan menjawab dengan asal saja. Istilahnya jawanya ngawur! Tepat di pintu bagian utara berdiri seorang penawas yang memiliki tompl sedikit, di dekat dagunya sedang mengawasi kalau kalau ada orang yang berbuat curang. Sesekali beliau berjalan berkeliling untuk melihat pekerjaan anak anak. Pak pengawas mulai berjalan berkeliling, dan pandanganku beralih kepada jendela yang ada di sebelah utara. Jendela yang besar dengan nako kayu. Bukan nako sih. Tapi terlihat seperti itu. Dengan jendela model terbuaka separo diatas jendela tersebut. Begitu juga di dinding sebelah selatan dinding ruangan ini, juga ada jendela yang sama dengan model yang sama.
Tiba tiba pengawasku yang berjalan jalan mengawasi tadi mendekati aku, mungkin karena aku sudah terlihat mengerjakan ujian lagi dan malah celingukan mengamati ruangan kelas ini.
"Sudah selesai dek?" kata pak pengawas bertompel kecil di dagu bagian kanannya itu.
Setengah kaget aku men jawab "Eh. Em.. kurang sedikit pak.." jawabku spontan dengan suara yang terdengar grogi.
"kalau sudah, boleh keluar kok dik.." kata pengawas itu ramah..
"ya pak.." aku berpura pura membuka buka soal lagi.
Beberapa saat kemudian terdengar bunyi bel teeett…. Teeeettt…. Tanda waktu kurang lima belas menit. Aku yang biasanya di SD tidak boleh keluar walau sudah selesai tidak keluar ruangan. Walau saat itu aku sudah mengisi semua jawaban. Walau banyak yang ngawur.
Memang, ketika kita berada dalam lingkungan yang baru, pasti akan perlu adaptasi untuk hidup di lingkungan tersebut. Tidak langsung berubah total! Dan akupun berproses…
Waktupun habis. Pengawas mempersilahkan aku dan anak anak lain untuk keluar. Dan kamipun keluar. Aku sangat asaing dalam lingkungan itu. Aku lihat banyak orang yang sudah memiliki teman. Mungkin teman sewaktu SD dan sama sama diterima disana. Ataupun kenalan baru. Tapi aku… aku masih malu untuk berkenalan dengan anak anak disekitarku. Aku merasa anak desa yang tidak tau apa apa. Jadi kuputuskan untuk langsung menemui Ayahku yang sudah menungguku diluar sekolahan ini.
Dari kejauhan terlihat ayahku tersenyum. Tampaknya beliau masih dalam keadaan bergembira dan bangga karena aku bersekolah di SMP terfvorit di wonogiri.
"wis rampung ujiane le? Piye iso nggarap ora?" Tanya ayahku dengan wajah berseri.
"Sampun pak. Mung nggih mboten saget nggarap sedanten.." jawabku malu.
"yow is, ora po po. Wong yo wis ketompo wae kok.." ayah memberikan semangat untukku.
Ayahku lalu memutar motor Honda supra standar yang dikendarainya itu. Sejenak aku menoleh ke belakang, "Oh, inikah sekolahku yang baru?" aku masih ragu kalau aku akan bersekolah di sekolah yang memiliki gedung yang katanya bekas rumah sakit itu.
Sepulang dari ujian penentuan kelas aku diajak makan makanan kesukaanku "SATE KAMBING" di rumah makan pak sadjan ngadirojo. Beliau memang senang mengajak aku makan sate. Setahuku beliau memang juga seneng makan sate. Aku jadi ikut ikutan seneng makan sate. Tampaknya beliau bisa menangkap dari raut wajahku yang puas saat makan sate. Dan beliaupun selalu ngajak jajan sate kalau beliau mangajakku pergi.
Di tempat pak sadjan ngadirojo, ya, disanalah aku biasa makan sate dengan ayahku. Pelayanannya cukup bagus. Minumannya segar walau hanya dengan ES TEH, dan katanya sih itu tempat paling wah untuk sekedar makan sate.
"Dari mana pak mul?" sapa sang penjual. Penjual itu wanita setengah baya. aku tidak pernah tau pak sadjan itu yang mana. Karena yang bakar sate itu wanita. Masak pak sadjan wanita? Nggak mungkin banget!
"ini, dari mengantarkan anak saya ujian penentuan kelas.." jawab ayah sambil tersenyum indah. Memang, kata orang ayahku ini tampangnya serem, tapi sebenarnya kalau tersenyum subhanallah… mungkin gadis remajapun masih mau sama beliau hehehe…
"putrane masuk SMP mana pak?" Tanya si penjual, aku menganggapnya bu sadjan. Karena aku nggak tau pak sadjan yang mana.
"SMP Satu wonogiri bu…" jawab ayahku singkat. Tapi tampak jelas wajahnya mencerminkan beliau bangga memiki anak yang bisa sekolah di SMP favorite itu.
"Wah, putrane pinter ya pak, bisa masuk SMP 1 wonogiri.." kata bu sadjan mengemukakan pendapatnya.
"naming bejo bu, niku mawon nem-e naming 42. Mepet banget" kata ayah merendah. Karena begitulah sikap orang jawa. Tidak akan pernah mengunggulkan dirinya, walau sebenarnya di dalam hatinya sangat senang dan bangga. Inilah kebiasaan orang jawa.
"halah pak, la wong sampun ketompo niku njih pinter no pak. Angel sanget mlebet mriko pak, anak kulo mawon tahun wingi mboten ketompo wonten mriku. O njih pak, pesen munopo?" sambil masih mengunggulkan pelanggannya bu sadjan meminta order pesanan pada ayahku.
"biasa bu, sate dua es the satu, the panasnya satu" pesan ayah pada bu sadjan setelah mengkonfirmasi aku mau minum apa. Ayahku memang tidak suka es. Kalau makan beliau labih memilih the panas saja.
"Sekedap njih pak." Jawab bu sadjan meyakinkan bahwa pesanan akan segera siap.
Ayah dan aku duduk dan ayah bertanya dengan semangat kepadaku mengenai pendapatku tentang sekolah baruku. Dan aku menjawabnya dengan antusias juga. Karena aku memang seneng kalau makan disini sambil ditanyai mirip interogasi gitu, hehehe…
To be Continued Chapter 2